About The Author

This is a sample info about the author. Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis.

Get The Latest News

Sign up to receive latest news

20 Agustus 2009

Waduk-Waduk di Semarang Merangas Kering


TUJUH waduk kecil di Jawa Tengah mengering dan tujuh waduk lain kritis pada minggu kedua Agustus 2009. Dampaknya, seluas 6.308,5 hektar lahan pertanian mengalami kekeringan dan 1.835 hektar lahan pertanian gagal panen, bahkan ada yang puso.

Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jateng Suryono Suripno dalam rapat koordinasi penanganan kekeringan di Kota Semarang, Rabu (19/8), menyebutkan, tujuh waduk yang mengering adalah Waduk Tempuran di Kabupaten Blora; Waduk Plumbon, Waduk Nawangan dan Waduk Ngancar di Kabupaten Wonogiri; serta Waduk Botok, Waduk Gebyar, dan Waduk Brambang di Kabupaten Sragen.

Adapun waduk yang kritis adalah Waduk Penjalin di Kabupaten Brebes; Waduk Gunungrowo di Kabupaten Pati; Waduk Songputri, Waduk Parangjoho, dan Waduk Kedunguling di Kabupaten Wonogiri; Waduk Lalung di Kabupaten Karanganyar; serta Waduk Blimbing di Kabupaten Sragen. Waduk-waduk kecil itu bervolume di bawah 10 juta meter kubik dan mengairi 43.317 hektar lahan pertanian.

Suryono mengatakan, dari 38 waduk di Jateng, 8 waduk besar masih mampu mengairi lahan pertanian di sekitarnya. Hanya satu waduk besar, Waduk Sudirman di Kabupaten Banjarnegara, yang jumlah airnya lebih rendah daripada kebutuhan untuk mengairi 8.400 hektar lahan.

”Penyebab terbesar berkurangnya debit air adalah kondisi areal tangkapan di hulu sudah rusak,” kata Suryono.

Akibat dari kurangnya debit air, seluas 6.308,5 hektar lahan pertanian di Jateng kekeringan dan 1.835 hektar lahan gagal panen serta puso. Lahan gagal panen/puso terluas ada di Kabupaten Rembang 1.782 hektar. Lahan lain, di Kabupaten Tegal (2 hektar), Kabupaten Pekalongan (3 hektar), Kabupaten Batang (2 hektar), Kabupaten Banyumas (2 hektar), dan Kabupaten Semarang (40 hektar).

Air danau menipis

Air yang ada di Danau Singkarak, Sumatera Barat, semakin menipis lantaran curah hujan minim. Bila persediaan air di danau tidak segera bertambah, operasional pembangkit listrik tenaga air Singkarak bisa terhenti.

Manajer Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Singkarak Yuerli Putra, Rabu, mengatakan, tinggi air saat ini 361,25 meter. Padahal, batas minimal ketinggian air yang bisa digunakan adalah 360,75 meter. Walau persediaan air sudah mepet, kegiatan operasional pembangkit masih berjalan seperti biasa.

Dengan persediaan air yang ada, pembangkit di PLTA Singkarak masih bisa beroperasi seperti biasa. Pada siang hari, pembangkit yang digunakan 2 unit, sedangkan pada malam hari ada 4 unit. Tenaga listrik yang dihasilkan dari 4 pembangkit adalah 175 megawatt.

Bila tinggi air danau tinggal 360,75 meter, operasional PLTA Singkarak harus dihentikan.

Kondisi ini, menurut Yuerli, akibat curah hujan sangat sedikit. Hujan hanya turun sesekali dengan curah hujan 20-60 milimeter per hari. Dari situs Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, curah hujan pada bulan Agustus di Sumbar hanya 101-300 milimeter per bulan.

Saat ini, pemadaman bergilir empat sampat tujuh jam per hari terjadi di Kota Padang. Defisit air untuk menggerakkan PLTA di Sumbar terasa sejak awal Juni.

Di wilayah Sumatera bagian tengah dan selatan, meliputi Provinsi Sumbar, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumsel, dan Lampung, terjadi defisit listrik hingga 250 megawatt. Kebutuhan listrik pada saat beban puncak pukul 18.00- 23.00, mencapai 1.730 megawatt. (sun/kom)

0 komentar: